Sejarah Ki GEDE PALIMANAN (Ki Ageng Tepak)

Gambar ilustrasi by. Rade Ampo
Assalamu'alaikum... Wr...Wb...


Sejarah ini saya kutip dari salah satu postingan di Facebook, karena saya anggap ini penting buat kita ketahui makanya saya share ulang lewat blog ini, sekaligus biar tersimpan dan semoga bermanfaat buat para pembaca.

Langsung aja Kita baca dan simak ceritanya.

Waktu awal mula tumbuh dan berkembangnya ajaran Islam dibawah kekuasaan Kerajaan Islam di Cirebon yang dipimpin oleh Kanjeng Sinuhun Syekh Syarif Hidayatullah dan Rama uwaknya Pangeran Cakrabuana (Mbah Kuwu Cirebon), beliau mengutus seorang kesatria pilih tanding untuk menggempur dan menundukkan orang-orang yang masih kafir dan memusuhi Islam, maka seorang kesatria tadi mampu merubah wujud menjadi Nyai Mas Gandasari, Nyai artinya perempuan, Mas artinya seorang laki-laki, gandasari artinya memiliki dua kelamin, perempuan dan laki-laki.

Nyai Mas Gandasari sebelum maju ke medan pertempuran terlebih dahulu menitipkan pelanangannya atau PELI (alat kelamin laki2) kepada seorang yang bernama Ki Gede yang juga sakti mandra guna (raga poyan).

Singkat ceritera usai pertempuran, Nyai Mas Gandasari bermaksud hendak mengambil PELI yang dititipkan kepada Ki Gede tadi, namun apa yang terjadi, begitu kecewanya  Nyai Mas Gandasari karena PELI yang dititipkan kepada Ki Gede tadi tanpa disengaja “ke'eleg” (bhs.Cirebon) atau Termakan dan masuk kedalam perut, disebabkan PELI tadi ditelan ke dalam mulut Ki Gede, maka marahlah dan berkatalah Nyai Mas Gandasari kepada Ki Gede : “Mangan PELI kaya Buta” (bhs.Cirebon) artinya : "Makan PELI layaknya seorang Raksasa", seketika itu pula Ki Gede berubah ujud menjadi seorang raksasa. Dari kejadian itulah maka daerah tersebut dinamakan Palimanan, yang kemudian menjadi Desa Palimanan.

Sedangkan Cerita menurut versi dari serat Ringkasan Pajare Laigeasta hing Caruban.
Di wilayah Cirebon pada akhir abad 14, di kisahkan sedang ada peperangan antara pasukan kerajaan dari Galuh yang dipimpin Tumenggung Arya Kiban, melawan pasukan Kuningan yang dipimpin oleh Arya Kemuning.
Konon di dekat daerah yang menjadi medan peperangan itu ada sesorang yang sedang menjalani laku bathin yaitu bertapa. Dikarenakan dalam peperangan tersebut sangat mengganggu ketentramanya seseorang yang sedang bertapa.

Pertapa itu adalah Arya Sekettu yang sedang bertapa di gunung Gundul dan melihat peperangan antara dua kerajaan yang tidak berhenti-berhenti yang terjadi di sekitaran tempat pertapaannya hingga dirinya merasa sedih dan merasa terganggu.

Untuk menghilangkan rasa kesal dan sedihnya juga  agar tidak mengganggu tapanya, Arya Seketu yang ilmu kesaktiannya didapatkan secara gaib akhirnya "Nugel pelanangane" (memotong kelaminnya) para pasukan dari kedua belah pihak yang sedang berperang dan yang sangat dekat dengan tempat pertapaanya.
Hingga sampai sekarang daerah tempat kejadiannya itu disebutnya Palimanan.
Pali = Peli adalah alat kelaminn dan Manan = Mangap (bhs.Cirebon) artinya mulut Menganga.

Demikian setelah puluhan tahun kejadian itu, Ki Ageng Tepak yang tinggal dan menetap di Giri Penawungan Palimanan itu, raga dan pikirannya sedang resah dan gelisah sekali.
Resahnya Ki Ageng Tepak itu lantaran karena disebabkan dengan masalah Putrinya yang wujudnya Bencari/Buto (Raksasa) yaitu yang bernama Nyi Gedeng Lokati yang sedang kasmaran atau jatuh cinta sama Kanjeng Sunan Gunung Jati seorang Sultan dari Negri Cerbon.

Sehari-harinya  Nyi Gedeng Lokati tidak mau menuruti dan di bujuk, bahkan ia juga terus merengek meminta kepada kanjeng Ramanya atau ayahandanya agar bisa di pertemukan dengan Kanjeng Sunan Gunung Jati yang sedang disukainya.

Karena keinginan putrinya itu, Ki Ageng Tepak menghibur putrinya yaitu Nyi Gedeng Lokati supaya melupakan Sunan Gunung Jati yang sedang disukainya atau digandrunginya.

Namun karena sangat Cintanya Nyi Gedeng Lokati ke Sunan Gunung Jati, sehingga perasaannya malah semakin menjadi jadi dan tidak bisa di tawar-tawar lagi, agar supaya Kanjeng Ramannya segera menjodohakannya dengan dirinya.

Seandainya Ramanya atau ayahanda Ki Ageng Tepak tidak menjodohkan dirinya, Nyi Gedeng Lokati mengancam dan ia akan nekad bunuh diri jika ayahnya tidak menikahkan dirinya dengan Sunan Gunung Jati.

Jadi, untuk menyelamatakan dan nyenangkan hati putrinya, Ki Gede Tepak dengan kesaktiannya berusaha mengubah wujud putrinya yang menjadi bencari/buto (Raksasa) itu menjadi manusia yang paling cantik rupawan.
Namun sebelumnya Ki Ageng Tepak yang sakti menyelesaikan munajatnya dulu, dengan sakejap mata, wujud asli Nyi Gedeng Lokati yang berwujud bincari/buto itu tiba-tiba menjadi manusia, seorang wanita yang parasnya cantik rupawan. Selanjutnya Nyi Gedeng Lokati merubah atau mengganti namanya menjadi Nyi Mas Sekar Mendapa yang rambut panjangnya di hias memakai jimat Tusuk Konde pemberian Ki Ageng Tepak Ramandanya.

Selanjutnya cerita yang ada di dalam buku serat Laigeasta hing Cirebonan, menceritakan saat kanjeng Sunan Gunung Jati syiar Agama Islam dengan para pembesar ke tiap-tiap pedukuhan, Kanjeng Sunan Gunung Jati bertemu dengan Nyi Mas Sekar Mendapa yaitu seorang wanita yang berparas cantik rupawan.

Berkat awal pertemuannya tersebut, dan mungkin sudah menjadi jodohya, akhirnya Nyi Mas Sekar Mendapa dilamar oleh Sunan Gunung Jati untuk dijadikan pendampingnya, namun tinggalnya tetap di Giri Penawungan Palimanan.
Beberapa bulan kemudian Nyi Mas Sekar Mendapa sudah resmi menjadi istrinya Sunan Gunung Jati, saat Nyi Mas Sekar Mendapa hamil dan ngidam, namun ngidamnya Nyi Mas Sekar Mendapa tidak seperri istri-istri yang lainnya.
Keinginan ngidamnya selalu kepingin menghisap darah segar dari bayi yang baru lahir.
Jadi selama dirinya ngidam itu, Nyi Mas Sekar Mendapa tiap malam, dengan menggunakan ilmu kesaktianya keluar rumah dan merubah wujud dan menculik bayi-bayi yang baru dilahirkan di padukuhan-padukuhan rumah penduduk yang berada di kawasan kekuasaan Cirebon.

Akibat terlalu sering atas kejadian aneh tersebut, Sunan Gunung Jati yang menjadi Sultan Negri Cirebon saat itu memerintahkan Ki Gede Suranenggala dan Nyi Mas Badulan untuk menangkap orang yang telah melakukan penculikan bayi-bayi yang baru lahir itu. Namun Ki Gede Suranenggala dan Nyi Mas Badulan sering dibikin kuwalahan dengan makhluk jadi-jadian atau bencari/buto dengan si penculik bayi itu jika dirinya kepergok.
Tapi akhirnya Ki Gede Suranenggala dan Nyi Mas Badulan berkat kesaktiannya bisa menangkap penculiknya yang ternyata adalah Nyi Mas Sekar Mendapa.

Sunan Gunung Jati yang saat tahu bahwa yang menculik bayi-bayi tersebut itu adalah Nyi Mas Sekar Mendapa dan yang merupakan istrinya sendiri menjadi murka dan marah hebat bahkan juga akan langsung berniat menghukumnya, namun Mbah Kuwu Cerbon yang merupakan Uwaknya mencegah dan memberitahu Sunan Gunung Jati keponakannya bahwa sebenarnya Nyi Mas Sekar Mendapa itu tidak salah sebab jiwanya dikendalikan oleh Sanghiyang Pungut musuh bebuyutan orang Cirebon, yang sengaja mau membalas dendam atas kekalahan dirinya dahulu.

Sesudah Nyi Mas Sekar Mendapa diberitahu kelakuanya dan dibebaskan dari hukuman oleh Sunan Gunung Jati, maka dirinya tidak mau lagi tinggal di Giri Penawungan Palimanan, dirinya lebih memilih ke tempat tinggal lainnya.
Di tempat tinggalnya yang baru itu beberapa bulan kemudian Nyi Mas Sekar Mendapa melahirkan seorang bayi laki laki yang di beri nama Raden Gilap.

Raden Gilap sejak usia dari kecil oleh ibunya di ajari dan di beri ilmu agama Islam serta ilmu kesaktian, sehingga setelah besar Raden Gilap menjadi pemuda sinatria yang tutur bahasanya luhur atau santun dan sakti mandra guna.

Raden Gilap sering menanyakan ke Kanjeng Ibunya siapakah kanjeng Ramanya atau ayahandanya dan berada dimana, namun Nyi Mas Sekar Mendapa tidak menjawab cuma berpesan besok atau kelak jika suatu saat nanti akan ketemu dengannya yang dimaksud adalah kanjeng Ramanya atau ayahandanya.
Namun tidak di sangka sangka dan tidak diduga Nyi Mas Sekar Mendapa kaget saat Raden Gilap meminta restu mau pamit untuk pergi ke Keraton Negri Cirebon dan berniat akan berguru kepada kanjeng Sunan Gunung Jati. Akhirnya dengan berat hati Nyi Mas Sekar Mendapa mengijinkan Raden Gilap untuk berguru kepada kanjeng Sunan Gunung Jati yang sejatinya sebenarnya adalah Ramandanya sendiri.

Sesampainya Raden Gilap tiba di Keraton Negri Cirebon, Raden Gilap lansung menghadap bertemu dengan kanjeng Sunan Gunung Jati memohon meminta ijin untuk belajar ilmu agama islam dan diangkat menjadi muridya, namun kanjeng Sunan mempunyai pirasat kalau Raden Gilap itu adalah Putranya sendiri dari istrinya Nyi Mas Sekar Mendapa.
Firasat itu ketahuan dan benar adanya saat Raden Gilap membawa jimat tusuk konde milik Ki Ageng Tepak yang pernah dipakaikan ke sanggul Nyi Mas Sekar Mendapa.

Kedatangan Raden Gilap ke Keraton Negri Cirebon saat Sunan Gunung Jati sedang mempunyai rencana keinginannya untuk memperluas bangunan Keraton yang dipageri tembok keliling.

Jadi kanjeng Sunan Gunung jati dalam melaksakan dan mengawasi pengerjaan pembangunan tembok keliling tersebut mempercayakannya kepada Raden Gilap yang membangunya, setelah bangunan tembok itu selesai maka pager tembok keliling itu disebut KUTA KOSOD yang memberkan nama tersebut adalah kanjeng Sunan Gunung Jati sendiri.

Selanjutnya Sunan Gunung Jati memerintahkan Raden Gilap untuk menjemput Kanjeng Ibundanya, namun tanpa sepengetahuannya Nyi Mas Sekar Mendapa sudah pupus atau meninggal dunia. Demikian kisah asal mula adanya bangunan KUTA KOSOD.

Raden Gilap dan Ki Ageng Tepak atau Ki Gede Palimanan saat meninggalnya di makamakan di Gunung Sembung.

Namun dalam sejarah atau cerita maupun kisah pasti akan ada kontroversi dan versi lain.
Konon versi lain dikisahkan pada pertengahan abad ke 15, sekitar tahun 1450 M, wilayah pedukuhan Cheribon atau Cirebon masih dikuasai Prabu Cakraningrat Kerajaan Galuh yang berkedudukan di Rajagaluh bawahan kerajaan Pajajaran. Pada saat itu penguasa Kerajaan Galuh Pakuan untuk wilayah Cheribon dipercayakan kepada Panglima Perangnya yang bernama Ki Patih Arya Kiban atau Ki Gede Palimanan dibantu oleh Arya Gempol, Arya Sutem, Arya Igel dan yang lainnya. Pusat perwakilan kerajaan berkedudukan di Palimanan sebagai pintu gerbang pertahanan dan untuk memantau/mengawasi situasi Kerajaan Islam Cirebon dibawah pimpinan Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.

Pada masa Sunan Gunung Jati memimpin Kerajaan Cirebon, ada satu peristiwa yang sempat menggemparkan seluruh kerajaan. Banyak anak bayi yang baru berumur 15 hari hilang tanpa bekas. Peristiwa tersebut sangat meresahkan seluruh penduduk Cirebon.
Hebatnya bayi-bayi tersebut tidak ketahuan siapa yang mencurinya. Hal ini mengakibatkan penduduk melakukan penjagaan ketat di seluruh wilayah kerajaan terutama penduduk yang baru mempunyai bayi berumur 2 minggu tersebut. Tetapi tetap saja penculikan bayi terus terjadi dan makin membuat takut penduduk. Siapakah gerangan yang telah menculik bayi-bayi tersebut ?

Seluruh pejabat kerajaan Cirebon langsung mengadakan rapat untuk membicarakan dan mencari tahu apa dan siapa yang menyebabkan penculikan ini. Akhirnya Pangeran Patang Aji (anaknya Sunan Gunung Jati ) diberi tugas untuk menyelesaikan masalah ini dengan tuntas.
Segala cara telah dilakukan tetapi tetap saja penculikan masih terus terjadi. Hebat sekali orang yang menculik bayi-bayi tersebut pikir Pangeran Patang Aji karena dijaga ekstra ketatpun masih bisa lolos. Akhirnya Pangeran Patang Aji melakukan meditasi untuk mengetahui siapakah yang telah menculik bayi-bayi tersebut. Betapa kagetnya Pangeran Patang Aji setelah mengetahui sosok tersebut dari hasil meditasinya.

Ternyata yang menculik bayi-bayi tersebut adalah Siluman Wanita yang memang sengaja menculik dan memakannya sampai habis tubuh bayi-bayi tersebut. Tujuannya adalah Siluman Wanita dapat berubah menjadi wanita muda yang cantik dan sekaligus mendapatkan kekuatan agar bisa bertahan hidup di alam dunia.
Siluman wanita tersebut bernama Endang Banowati. Siluman wanita berwajah menyeramkan seperti Mak Lampir dengan rambut panjang yang tidak dirawat alias awut-awutan dan suka tertawa melengking yang dapat membuat bulu roma orang yang mendengarnya naik ke atas alias merinding disko. Memang Endang Banowati mempunyai kemampuan untuk menyirep orang sehingga tertidur pulas.

Pada suatu malam, Pangeran Patang Aji membuat sebuah perangkap di sebuah rumah penduduk yang isterinya baru mempunyai bayi berumur 15 hari. Dengan ilmu penangkal sirep dan cambuk saktinya maka dipancinglah Endang Banowati untuk datang ke rumah tersebut. Tepat jam 12 malam, terdengarlah suara tertawa melengking yang bisa membuat orang tertidur tapi dengan persiapan yang matang orang-orang yang berada di rumah tersebut tidak mempan.
Baru saja Endang Banowati mau masuk ke rumah dan ingin mengambil bayi yang berada di samping ibunya, langsung terhempas keluar. Rupanya bayi dan ibunya telah diisi ilmu penangkal lewat bacaan-bacaan Asma Allah SWT.

Saat terhempas itulah, Pangeran Patang Aji berusaha menahan Endang Banowati. Tetapi dengan licinnya Endang Banowati dapat melepaskan perangkap yang telah disiapkan sebelumnya. Dengan satu gerakan, Endang Banowati melesat meninggalkan rumah penduduk. Pangeran Patang Aji juga tidak menyerah dan mengejar Endang Banowati. Akhirnya Pangeran Patang Aji tiba di sebuah gua di daerah Palimanandan kebetulan hari menjelang subuh.
Pangeran Patang Aji dan beberapa anak buahnya menunggu di luar gua sambil memasang jaringan goib di muka gua dengan harapan Endang Banowati tidak bisa lagi keluar kemana-mana lagi atau diisolir di dalam gua. Pangeran Patang Aji sangat mengerti kalau Endang Banowati tidak akan mampu bertahan lama di dalam gua selama belum mendapatkan mangsanya.

Sampai menjelang maghrib lagi, terdengar suara teriakan yang keras dan melengking dengan emosinya. Beberapa kali Endang Banowati mau keluar terhalang jaringan goibnya Pangeran Patang Aji. Sementara kalau terus di dalam gua, Endang Banowati merasakan panas yang teramat sangat. Akhirnya Endang Banowati menyerah juga dan hanya bertahan di dalam gua selama 3 hari.
Endang Banowati memohon ampun kepada Pangeran Patang Aji karena sudah tidak kuat lagi menahan panas dan sakitnya yang menjadi-jadi akibat ilmu kanuragan yang dimiliki oleh Pangeran Patang Aji. Kemudian Pangeran Patang Aji memasuki gua untuk melihat situasi dan kondisi di dalam.
Tampak Endang Banowati bersembunyi di sebuah sudut ruangan gelap dalam gua agar tidak terkena sinar matahari. Dengan wajah yang merah dan sekujur tubuhnya melepuh, Endang Banowati bersujud memberikan penghormatan kepada Pangeran dan sekali lagi memohon ampun.

Betapa terkejutnya Pangeran Patang Aji ketika melihat beberapa potongan tubuh manusia kecil yang namapaknya tubuh bayi yang masih orok dan meninggalkan warna merah di potongan tubuh tersebut. Sisa tulang belulang yang berserakan di salah satu ruangan gua tersebut terasa saat diinjak. Pangeran Patang Aji tampak geram dan murka melihat suasana di ruangan tersebut. Apa yang telah dilakukan Endang Banowati terhadap bayi-bayi yang diculiknya ?

Endang Banowati dengan terpaksa menceritakan secara rinci segala yang telah diperbuatnya. Bayi-bayi tersebut dimakan dengan sangat buasnya dan kadang tanpa meninggalkan sisa potongan tubuh satupun. Biadab !!! Begitu teriakan Pangeran Patang Aji. Baru saja Pangeran Patang Aji ingin mengacungkan cambuknya, tiba-tiba Pangeran Patang Aji tersadar kalau Endang Banowati telah minta maaf dan bertobat walaupun Pangeran Patang Aji masih meragukannya.
Tapi Endang Banowati terus memohon maaf dan pengampunan karena dia melakukan hal tersebut dengan terpaksa agar bisa bertahan hidup di dunia dan dengan darah bayi umur 15 hari itulah yang bisa merubahnya menjadi wanita pada umumnya. Bayi yang dibutuhkan oleh Endang Banowati sebagai tumbal berjumlah 40 bayi tapi tinggal satu lagi (sudah 39 bayi yang dikorbankan) malah tertangkap oleh Pangeran Patang Aji.

Ketika didesak oleh Pangeran Patang Aji apa alasan sebenarnya Endang Banowati memakan bayi, maka terungkaplah kalau sebetulnya Endang Banowati ingin menjadi manusia dan merasa iri melihat kemuliaan seorang manusia. Pangeran Patang Aji mengatakan kalau itu sudah menjadi kuasa Allah SWT dan Endang Banowati harus menerima takdirnya.
Terus saja Endang Banowati menangis dan merintih betapa kurang beruntung nasibnya sementara untuk melakukan aksinya supaya bisa seperti manusia terhalang oleh perlawanan Pangeran Patang Aji. Endang Banowati terus memohon agar diberi kesempatan untuk menculik satu bayi lagi agar wujudnya bisa sempurna seperti seorang wanita.

Pangeran Patang Aji tetap pada pendiriannya untuk menolak permintaan Endang Banowati. Untuk itu Endang Banowati mengatakan lebih baik Pangreran Patang Aji membunuhnya saja daripada hidup tersiksa dan terisolir. Pangeran Patang Aji terenyuh juga mendengar perkataan Endang Banowati. Akhirnya dengan melakukan tafakur sejenak, Pangeran Patang Aji menemukan solusi atas permasalahan Endang Banowati.

”Hai Endang Banowati, Siluman Gua".. Palimanan."
"Ku telah menemukan jalan keluar untukmu tapi dengan satu syarat yang tidak dapat diganggu gugat ataupun dilanggar olehmu". Siapkah kau meneriwa tawaranku ? “

”Aku siap menerima tawaran Pangeran dengan segala resikonya dan tunduk kepada perintah Pangeran“

”Dengarkan apa yang kuucapkan“

”Baik Pangeran“

”Pasrah kepada Allah SWT dan memohon ampun kepadaNya. Dengan seijin Allah SWT, saya akan menikah denganmu dengan syarat kau harus masuk Islam seutuhnya. Kemudian kau dilarang untuk memakan atau membunuh bayi-bayi yang ada di seluruh kerajaan Cirebon khususnya dan yang ada di muka bumi ini pada umumya. Sebagai gantinya kami akan memberikan darah bayi segar yang diambil dari beberapa bayi yang ada di seluruh kerajaan pada hari Sabtu Pahing minggu pertama setiap bulannya.
Apakah kau menerima tawaranku, Hai Endang Banowati Siluman Gua Palimanan ?“

Endang Banowati tampak diam sejenak dan menyatakan kesanggupannya untuk menerima tawaran Pangeran Patang Aji.
Penerimaan Endang Banowati disambut suka cita oleh para prajurit yang ada di dalam gua. Ini berarti mengakhiri penculikan bayi-bayi yang selama 3 tahun mengganggu ketenangan penduduk Cirebon.
Kabar ini langsung disampaikan kepada kanjeng Sunan Gunung Jati.
Dengan penjelasan yang matang dan masuk akal oleh Pangeran Patang Aji, akhirnya Sunan Gunung Jati menyetujuinya dengan syarat semua ini dilakukan atas dasar Lillahi ta’ala.

Beberapa bulan kemudian, pernikahan dilangsungkan secara tertutup dalam hukum Islam tanpa banyak orang mengetahuinya. Setelah menikah, Endang Banowati tetap tinggal di gua Palimanan dan sesekali dikunjungi oleh Pangeran Patang Aji sambil membawakan darah bayi untuk dijadikan santapan Endang Banowati. Endang Banowati sangat taat menjalankan perintah suaminya Pangeran Patang Aji dan tidak pernah lagi keluar gua kecuali menerima kedatangan suaminya.

Dari pernikahannya dengan Pangeran Patang Aji diperoleh anak tunggal berjenis kelamin laki-laki dan diberi nama Raden Kilab. Raden Kilab lahir layaknya manusia biasa tetapi yang membedakan adalah lidahnya bergerigi seperti lidah buaya. Lidahnya yang bergerigi diturunkan dari ibunya Endang Banowati dimana saat memakan tulang bayi dulu, lidah terkena sayatan serpihan tulang bayi yang tajam dan menyerupai gerigi.

Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi kalau wilayah daerah Palimanan seputaran Pabrik Semen (PT.Indocement tbk) Palimanan adalah daerah yang angker bagi kepercayaan warga sekitar. Bahkan dari ceritra mulut kemulut kawasan tersebut terdapat istana kerajaan bangsa goib.

Sebuah penemuan yang menggegerkan para ahli supranatural di belahan bumi tanah Jawa. Betapa tidak para pemborong yang sedang menggarap perluasan areal pabrik semen Palimanan harus terhenti dari pekerjaannya. Semua karena adanya suatu keganjilan yang membuat mereka harus geleng kepala.

Kisah ini terjadi pada tahun 1996 lalu, berawal dari pembangunan pabrik semen yang arealnya ingin diperluas. Konon dengan alat berat dan peralatan mesin canggih, areal yang sekelilingnya berupa perbukitan ini satu persatu mulai diratakan. Namun dalam penggarapannya, ada satu keanehan yang terjadi, yaitu, ditengah areal yang sedang digarap ada satu gundukan tanah yang tidak bisa dihancurkan oleh tenaga mesin.

Dalam hal ini sudah tiga kali sekop buldoser harus mengalami kerusakan fisik akibat patah disaat menghancurkan gundukan yang ternyata hanya sebongkah cadas kering. Dan dari  kejadian ini pula pemborong akhirnya menghentikan pekerjaannya selama beberapa bulan karena takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Lantas apa yang sesungguhnya terjadi dengan diri si pemborong?

Sebagai seorang pemborong yang sering menangani proyek besar, baru kali ini ia merasa sangat ketakutan. Konon sejak menangani proyek pelebaran areal pabrik semen, sipemborong ini selalu didatangi makhluk dari dimensi alam lain yang menuntut agar pekerjaannya dihentikan.

Sejak saat itu pula beliau akhirnya mencari beberapa orang pintar yang bisa menangani masalahnya. Namun entah sudah berapa puluh paranormal yang didatangkan tapi tetap saja beliau ini masih selalu diganggu oleh puluhan bangsa lelembut areal Palimanan, sehingga dengan kondisi seperti ini terpaksa bagian pengelola pabrik semen membatalkan seluruh kontraknya.

Kini areal tersebut tidak ada yang berani meneruskan, bahkan para pemborong lainnyapun enggan menerima tawaran dari manager perusahaan. Mereka semua takut dengan apa yang sudah dialami oleh pemborong pertama.

Lain pemborong, lain pula dengan beberapa orang yang merasa mempunyai kelebihan  olah bathin. Sejak tersiarnya kabar yang menggemparkan ini para jawara dan ahli ilmu Al Hikmah lainnya, mereka antusias datang menguji nyali untuk mendapatkan satu petunjuk tentang apa sebenarnya yang ada didalam gundukan tanah kering ini, sampai sampai sekop buldoser tidak sanggup untuk  menghancurkannya.

Bahkan tidak kalah menghebohkannya, hampir para jawara kebathinan dari beberapa daerah yang sudah jauh jauh datang ke lokasi ini telah mendapat sebuah wangsit yang menyatakan, bahwa didalam gundukan tanah tersebut ternyata terdapat sebuah mustika pilih tanding kepunyaan dari, Pangeran Tepak Palimanan (Ki Gede Palimanan)

Dengan adanya isyaroh ini hampir semua paranormal dan orang pintar lainnya yang datang ke lokasi, mereka rata rata ingin mendapatkan mustika yang konon punya tuah sangat luar biasa. Sehingga dengan segala kemampuannya ini mereka mulai mencari tempat penarikan yang dianggap bisa dijadikan lahan penarikan mustika tersebut.

Satu bulan telah berlalu dan mustika yang menjadi rebutan para jawara ini belum juga muncul dari persembuyiannya, satu persatu para ahli bathin akhirnya pulang dalam keadaan tidak membawa hasil.

Ditempat lain tak jauh dari lokasi dimana mustika pilih tanding sedang diperebutkan,  ada salah satu  orang yang sama sekali tidak tertarik dengan hebohnya mustika yang sedang ramai dipergunjingkan banyak orang, beliau ini bernama, bapak Suparman, asal daerah Panjalin Majalengka.

Sehari hari Suparman bekerja sebagai tukang pecah batu yang penghasilannya sangat minim. Disamping ini beliau juga terkadang membantu masyarakat sekitarnya dalam hal menyembuhkan penyakit non medis. Maklumlah dengan keadaan yang serba pas pasan, walau beliau tergolong mempunyai banyak kelebihan dalam ilmu supranatural, namun baginya lebih condong mencari materi untuk bertahan hidup dari pada memburu mustika yang dianggapnya belum pasti.

Namun ditengah malam yang sangat sepi, seperti hari hari biasannya beliau ini selalu datang kepetilasan sunan Bonang, yang ada disebelah barat  bukit Palimanan, guna mencari ketenangan bathin. Tanpa disadari beliau, seberkas sinar putih yang sangat menyilaukan mata tiba tiba terpancar terus menerus dari salah satu areal yang akan dibangun pabrik semen.

Dengan rasa penasaran, beliau akhirnya mendekati datangnya sinar tadi dan ternyata, sinar itu berasal dari gundukan sebuah tanah kering. Tanpa punya pikiran lain, beliau tambah mendekat dimana letak sinar itu berada.

Setelah diamati secara seksama, sinar itu berasal dari sebuah cadas kering. Lalu dengan rasa penasaannya, Suparman langsung mengambil batu besar yang banyak berserakan dan menghantamkannya kegundukan cadastersebut,  maksudnya agar cadas tadi pecah dan apa yang menjadi sumber dari sinar tadi bisa keluar wujudnya.

Ternyata usaha yang dilakukannya tidak sia sia, cadas tadi terpecah dan wujud dari sinar itupun keluar, yaitu sebuah batu berwarna putih yang masih dalam keadaan menyala. Dan saat beliau ini akan mengambil batu bercahaya tadi, tiba tiba dalam batu itu keluar seekor babi yang sangat besar sekali.

Suparman langsung kaget bukan kepalang dan langsung terjatuh saat akan melarikan diri. Dengan kondisi seperti ini beliau hanya pasrah ditengah rasa takut yang tiada terhingga.

Belum lagi beliau bisa bangun, dalam pancaran batu tadi keluar juga seekor macan loreng yang sangat besar. Kedua binatang ini perlahan lahan mendekatinya. Tak ayal beliau menjerit sejadi jadinya karena rasa takut yang teramat sangat.

Ditengah kepanikannya, tiba tiba seorang putri yang sangat cantik jelita telah muncul ditempat itu dan langsung menyapa kedua binatang tersebut. Ya, rupanya putri ini tak lain adalah, Kanjeng Ibu Ratu laut kidul sang penguasa laut selatan.

Dengan sapaan lembutnya, kedua binatang yang berwujud, babi dan macan loreng ini lalu menghampirinya dengan penuh  rasa hormat, “ Wahai Suparman! Jangan kau merasa takut atas kehadiran kita bertiga, sesunguhnya kau orang yang kucari untuk kutitipkan mustika kol buntet dari kepunyaan sang penguasa daerah ini, yang dimaksud adalah Ki Gede Palimanan.

Sesungguhnya mustika ini sulit dicari tandinganya, karena sejak pecahnya perang Cirebon-Palimanan, yang dipimpin oleh, Syarief Hidayatulloh, (Zaman Wali Songo) mustika ini sengaja ditanam oleh sang penguasa ( Ki Gede Palimanan) agar pasukan Cirebon tidak sampai bisa masuk kewilayah ini,  disamping itu mustika ini pernah ditaruh dibawah kursi singgasananya  selama kurang lebih setengah abad, sebagai bentuk kelanggengan sebuah tahta dari seorang pemimpin” jelas sang ratu.

Dari kejadian ini Suparman akhirnya bisa mengerti betul tentang kejadian yang sedang dialaminya. Namun seiring waktu disaat orang orang besar tahu tentang kharisma dan kekeramatan mustika kol buntet palimanan yang beliau miliki, pada suatu hari, mustika ini dipinjam salah satu promotor untuk tujuan agar jabatan, namun setahun sudah mustika kol buntet yang dipinjamnya tiaak dikembalikan sehingga dengan usia yang semakin lanjut, Bapak Suparman hanya bisa pasrah menerima segala kenyataan yang memang sudah punya garis hidup masing masing.

Ditengah ajal akan menjemputnya, salah satu kyai yang tidak mau namanya disebutkan ini mendatangi rumah bapak Suparman, yang intinya dia datang karena sebuah isyaroh yang dialaminya, yaitu untuk menarik kembali mustika kol buntet yang pernah menjadi miliknya. Dan dengan rasa puas bapak Suparman pun mengijinkannya.

Dari rentetan kisah ini, tentunya kita sekalian sedikitnya lebih mengerti tentang sejarah yang pernah ada dibalahan bumi Indonesia, bahwa bangsa ini baik dahulu maupun sekarang tetap masih menjadi sebuah bangsa yang kaya akan mistik dan kekuatan. Sehingga dengan sajian kali ini akan membawa kecintaan kita pada makna leluhur yang telah banyak berjasa pada bangsa dan negara.

Wallahu'aklambhisshowab..
Sesungguhnya semua kebaikan itu adalah datangnya dari Allah dan jika ada kekhilapan dari saya mohon di maafkan..

TENTANG PALIMANAN
Desa Palimanan terletak di pusat kota Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon, luasnya 26.764 Ha, terdiri dari tanah bukit dan tanah datar dikaki gunung Ciremai.Pada tahun 2006, penduduknya berjumlaah 5.586 orang terdiri daari laki-laki 2.842 orang dan perempuan 2.861orang, mata pencaharian sebagian besar penduduknya pedagang, ada pula yang petani dan pegawai negeri.

Tempat Situs bersejarah peninggalan leluhur dan Obyek Wisata di Palimanan.

Obyek Wisata :
~ Banyu Panas.       ~ Batu Lawang.

Situs :
~ Gua Dalem,           ~ Gua Topong,
~ Gua Macan,          ~ Gua Lawang Sanga,
~ Gunung Jarom,    ~ Gunung Kromong,

Situs-situs tersebut mungkin sudah ada yang punah atau tinggal namanya saja barangkali saat ini, karena daerah tersebut sudah dimiliki oleh PT. Indocement atau tanah tersebut dikuasai oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan tidak bisa diganggu gugat karena merupakan Asset Milik Negara.
Situs yang masih ada saat ini yaitu Gua Dalem, disamping Gua Dalem terdapat makam Kasan-Kusen yang berasal dari Mesir. Situs tersebut berada di wilayah Desa Palimanan Barat masuk Kecamatan Gempol, entah saat ini kedua makam tersebut masih atau tidak.

Pada tahun 1982, diadakan pertemuan/
musyawarah antara tokoh masyarakat dengan aparat pemerintah Desa Palimanan Barat. Dari hasil musyawarah itu disepakati bahwa wilayah Desa Palimanan dibagi menjadi dua desa yaitu Desa Palimanan Timur dan Desa Palimanan Barat yang keduanya berada di Kecamatan Palimanan.

Sekarang Desa Palimana Timur masuk wilayah Kecamatan, sedangkan Desa Palimanan Barat masuk wilayah Kecamatan Gempol, Itu terjadi ketika tahun 2005.

Berikut batas-batas wilayah Desa Palimanan Timur :
1. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Palimanan Barat dan Desa Gempol.
2. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Klangenan (Kecamatan Klangenan).
3. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Semplo.
4. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Pegagan.

Sedangkan batas-batas wilayah Desa Palimanan Barat adalah :
1. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Gempol.
2. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Ciwaringin.
3. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Cikeusal
4. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Kedung bunder.

Pepatah orang Palimanan “Sugi beli rerawat, melarat beli gegulat” (Sunan Gn.Jati).
Nama-nama Kepala Desa Palimanan Timur yang diketahui diantaranya :
1. Mustaram : 1951 – 19622.
2. Kosim : 1963 – 19723.
3. Gulemi (Pjs) : 1971 – 19734.
4. Rodi Akmad : 1973 – 19815.
5. Bengkok : 1981 – 19986.
6. Agus Irianto : 1998..dst

Nama-nama Kepala Desa Palimanan Barat yang diketahui diantaranya :
1. Nurudin : 1982 – 20002.
2. Nurudin : 2000...dst

Sumber Cerita :
👉 Facebook
👉 Kisah dan Babad
👉 Rita global blog
Gambar ilustrasi : Rade Ampo

0 Comments :

Posting Komentar

Cancel Reply

Ad Code

Responsive Advertisement

Tags

Featured Post

Categories

Tags

Recent Posts

3/recent/post-list

Recent in Sports

3/Sports/post-list

Facebook